2.1 Hujan (Presipitasi)
Presipitasi atau biasa disebut dengan Hujan
adalah curahan atau jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan bumi dan laut dalam
bentuk yang berbeda, yaitu curah hujan di daerah tropis dan curah hujan serta
salju di daerah beriklim sedang. Presipitasi adalah peristiwa klimatik yang
bersifat alamiah yaitu perubahan bentuk uap air di atmosfer menjadi curah hujan
sebagai akibat proses kondensasi. Presipitasi merupakan factor utama yang
mengendalikan proses daur hidrologi di suatu wilayah DAS (merupakan elemen
utama yang perlu diketahui medasari pemahaman tentang kelembaban tanah, proses
resapan air tanah dan debit aliran ). Presipitasi mempunyai banyak
karakteristik yang dapat mempengaruhi produk air suatu hasil perencanaan
pengelolaan DAS. Besar kecilnya presipitasi, waktu berlangsungnya hujan dan
ukuran serta intensitas hujan yang terjadi baik secara sendiri-sendiri atau
merupakan kombinasi akan mempengaruhi kegiatan pembangunan ( proyek ). Jumlah
presipitasi selalu dinyatakan dengan dalamnya presipitasi (mm). salju, es,
hujan dan lain-lain juga dinyatakan dengan dalamnya (seperti hujan) sesudah di
cairkan.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi presipitasi:
1. Kelembapan udara
2. Energi matahari
3. Angin, dan
4. Suhu udara.
2.2 Pemanfaatan air hujan dengan bangunan Pemanenan Air Hujan (PAH)
Pemanenan air
hujan (PAH) merupakan metode atau teknologi yang digunakan untuk mengumpulkan
air hujan yang berasal dari atap bangunan, permukaan tanah, jalan atau
perbukitan batu dan dimanfaatkan sebagai salah satu sumber suplai air bersih
(UNEP, 2001; Abdulla et al., 2009). Air hujan merupakan sumber air yang sangat
penting terutama di daerah yang tidak terdapat sistem penyediaan air bersih,
kualitas air permukaan yang rendah serta tidak tersedia air tanah (Abdulla et
al., 2009). Berdasarkan UNEP (2001), beberapa keuntungan penggunaan air hujan
sebagai salah satu alternatif sumber air bersih adalah sebagai berikut:
1.
Meminimalisasi dampak lingkungan:
penggunaan instrumen yang sudah ada (atap rumah, tempat parkir, taman, dan
lain-lain) dapat menghemat pengadaan instrumen baru dan meminimalisasi dampak lingkungan. Selain itu
meresapkan kelebihan air hujan ke tanah dapat mengurangi volume banjir di
jalan-jalan di perkotaan setelah banjir;
2.
Lebih bersih: air hujan yang dikumpulkan
relatif lebih bersih dan kualitasnya memenuhi persyaratan sebagai air baku air
bersih dengan atau tanpa pengolahan lebih lanjut;
3.
Kondisi darurat : Air hujan sebagai
cadangan air bersih sangat penting penggunaannya pada saat darurat atau
terdapat gangguan sistem penyediaan air bersih, terutama pada saat terjadi
bencana alam. Selain itu air hujan bisa diperoleh di lokasi tanpa membutuhkan
sistem penyaluran air;
4.
Sebagai cadangan air bersih: pemanenan
air hujan dapat mengurangi kebergantungan pada sistem penyediaan air bersih;
5.
Sebagai salah satu upaya konservasi;
dan
6.
Pemanenan air hujan merupakan
teknologi yang mudah dan fleksibel dan dapat dibangun sesuai dengan kebutuhan.
Pembangunan, operasional dan perawatan tidak membutuhkan tenaga kerja dengan
keahlian tertentu.
Selain beberapa
keuntungan di atas, terdapat sejumlah keterbatasan dalam pemanenan air hujan. Maka
dari itu sebelum mengembangkan sistem pemanenan air hujan, faktor-faktor
berikut perlu dipertimbangkan:
1.
Luas daerah tangkapan hujan dan kapasitas
penyimpanan seringkali berukuran kecil atau terbatas, dan pada saat musim
kering yang panjang tempat penyimpanan air mengalami kekeringan;
2.
Pemeliharaan sistem pemanenan air
hujan lebih sulit dan jika sistem tidak dirawat dengan baik dapat berdampak buruk
pada kualitas air hujan yang terkumpul;
3.
Pengembangan sistem pemanenan air
hujan yang lebih luas sebagai salah satu alternatif sumber air bersih dapat
mengurangi pendapatan perusahaan air minum;
4.
Sistem pemanenan air hujan biasanya
bukan merupakan bagian dari pembangunan gedung dan tidak/jarang ada pedoman
yang jelas untuk diikuti bagi pengguna atau pengembang;
5.
Pemerintah belum memasukkan konsep
pemanenan air hujan dalam kebijakan pengelolaan sumber daya air dan masyarakat
belum terlalu membutuhkan instrument pemanenan air hujan di lingkungan tempat
tinggalnya;
6.
Tangki penyimpanan air hujan
berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan serangga seperti nyamuk;
7.
Curah hujan merupakan factor yang
penting dalam operasional system pemanenan air hujan. Wilayah dengan musim
kering yang lebih panjang maupun dengan curah hujan yang tinggi membutuhkan alternatif sumber air atau tempat
penampungan yang relatif besar.
Tipe Sistem Pemanenan Air Hujan
Menurut UNEP
(2001), beberapa system PAH yang dapat diterapkan adalah sebagai berikut:
1.
Sistem atap (roof system) menggunakan
atap rumah secara individual memungkinkan air yang akan terkumpul tidak terlalu
signifikan, namun apabila diterapkan secara masal maka air yang terkumpul
sangat melimpah;
2.
System permukaan tanah (land
surface catchment areas) menggunakan permukaan tanah merupakan metode yang
sangat sederhana untuk mengumpulkan air hujan. Dibandingkan dengan sistem atap,
PAH dengan sistem ini lebih banyak mengumpulkan air hujan dari daerah tangkapan
yang lebih luas. Air hujan yang terkumpul dengan sistem ini lebih cocok
digunakan untuk pertanian, karena kualitas air yang rendah. Air ini dapat
ditampung dalam embung atau danau kecil. Namun, ada kemungkinan sebagian air
yang tertampung akan meresap ke dalam tanah.
2.3 Pemanfaatan air hujan dengan bangunan Akuifer Buatan Simpanan Air Hujan (ABSAH)
Bangunan
ABSAH adalah bangunan penyediaan yang dibuat tertutup rapat dengan memanfaatkan
air hujan yang disimpan dan mengalir di dalam akuifer buatan yang kemudian
ditampung di dalam reservoir. Bangunan penyediaan air baku mandiri yang
merupakan modifikasi terhadap bangunan PAH (Penampung/Pemanenan Air Hujan) atau
yang serupa, untuk memanfaatkan air hujan. Bangunan ABSAH memang dibikin
tertutup rapat hal ini bertujuan supaya sinar matahari tidak bisa masuk ke
dalam bangunan akuifer buatan dan reservoir sehingga tidak bisa terbentuk
ganggang serta untuk menjaga temperatur air tetap konstan.
Bangunan ABSAH terdiri dari 4 bak:
v
Bak pemasukan air dengan penyaringan bantalan kerikil dan pasir,
dimana air yang tertangkap oleh atap bangunan dimasukkan ke dalamnya melalui
talang.
v
Bak akuifer buatan, adalah lapisan pembawa air atau air tanah
buatan yang dibuat menirukan kondisi akuifer (air tanah ) alami, berupa bak
yang dibentuk dan diisi dengan material pasir, kerikil, pasir laut, arang,
hancuran bata merah, arang, kapur, ijuk dan bahan lainnya, dan diisi air
melalui talang dan berasal dari curah hujan yang tertangkap oleh atap bangunan
atau bangunan penangkap lainnya. Aliran air yang timbul di dalam lapisan
tersebut terjadi karena terdapatnya perbedaan tinggi tekan yang diakibatkan
oleh pengambilan air.
v
Bak penyimpan air atau reservoir, dan
v
Bak Pengambilan air
Fungsi setiap bagian bangunan ABSAH :
Ø
Fungsi akuifer buatan adalah sebagai filter dan penambah mineral
melalui kontak air dengan butiran material akuifer yang diusahakan selama
mungkin, dengan memperlama waktu perlintasan air dan panjang perlintasan airnya
sedikit.
Ø
Fungsi bak penyimpan air adalah untuk menampung air yang lebih
bersih dari air aslinya.
Ø
Fungsi bak pemasukan air adalah untuk memasukkan air yang
tertangkap oleh atap bangunan melalui talang yang selanjutnya air mengalir
melalui akuifer buatan dan tertampung di bak tampungan.
Ø
Fungsi bak pengambilan air adalah untuk mengambil air dengan
menggunakan berbagai cara, misalnya menggunakan ember dan kerekan atau pompa
berkapasitas kecil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar