Penyediaan
air bersih merupakan perhatian utama di banyak negara berkembang termasuk
Indonesia, karena air merupakan kebutuhan dasar dan sangat penting untuk
kehidupan dan kesehatan umat manusia (Song et al., 2009). Konservasi sumber
daya air dalam arti penghematan dan penggunaan kembali (reuse) menjadi
hal yang sangat penting pada saat ini. Hal ini disebabkan oleh beberapa masalah
yang berkaitan dengan ketersediaan air bersih seperti penurunan muka air tanah,
kekeringan maupun dampak dari perubahan iklim. Pengelolaan sumber daya air yang
berkelanjutan didasarkan pada prinsip bahwa sumber air seharusnya digunakan
sesuai dengan kuantitas air yang dibutuhkan (Kim et al., 2007). Prinsip
pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan dapat digunakan untuk
mengidentifikasi alternatif sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan
manusia dan tidak harus memenuhi standar air minum. Dengan pesatnya pertumbuhan
penduduk terutama di wilayah perkotaan, terdapat konsekuensi bahwa permintaan
air bersih bertambah. Selain air bersih yang disuplai oleh PDAM, masyarakat
juga menggunakan air tanah. Pengambilan air tanah yang berlebihan yang
diperparah oleh meningkatnya konversi lahan menjadi areal pemukiman,
perkantoran, maupun komersial akan memicu terjadinya kelangkaan air tanah.
Dalam kondisi seperti ini, alternatif
sumber air seperti pemanfaatan air hujan perlu dipertimbangkan sebagai pilihan
menarik yang murah, sehingga dapat mengurangi konsumsi air bersih (potable
water) (Zhang et al., 2009). Akuifer Buatan Simpanan Air Hujan (ABSAH)
dengan memanfaatkan atap bangunan umumnya merupakan alternatif dalam memperoleh
sumber air bersih yang membutuhkan sedikit pengolahan sebelum digunakan untuk
keperluan manusia. Penggunaan air hujan sebagai salah satu alternatif sumber
air sangat potensial untuk diterapkan di Indonesia mengingat Indonesia adalah
negara tropis yang mempunyai curah hujan yang tinggi. Berdasarkan pada meteorologi
dan karakteristik geografis pemanenan air hujan, curah hujan tahunan di
Indonesia mencapai 2263 mm yang cenderung terdistribusi secara merata sepanjang
tahun tanpa ada perbedaan yang mencolok antara musim hujan dan musim kemarau
(Song et al., 2009). Oleh karena itu pemanen air hujan di Indonesia perlu
ditindaklanjuti sebagai salah satu upaya pengelolaan sumber daya air yang
berkelanjutan. Pesatnya pertumbuhan penduduk yang diikuti oleh industrialisasi,
urbanisasi, peningkatan pertanian, dan pola penggunaan air bersih mengakibatkan
terjadinya krisis air (UNEP, 2001), dimana
1)
Saat ini sekitar 20% penduduk dunia
mengalami kekurangan air bersih,
2)
Pencemaran air diperkirakan berdampak
pada kesehatan 1,2 milyar penduduk dunia dan mengakibatkan 15 juta kematian
pada anak-anak
3)
Penggunaan air tanah yang berlebihan
menghasilkan penurunan muka air tanah dan mengakibatkan intrusi air laut
4)
Manusia cenderung bergantung pada
sumber air yang tercemar sebagai sumber air baku
5)
Permasalahan air menjadi isu nasional
maupu internasional di banyak negara di dunia.
Beberapa
permasalahan tersebut seharusnya membuat kita memperhatikan ketersediaan sumber
air bersih, dimana kuantitasnya sangat terbatas dan menjadi permasalahan
penting di banyak negara. Hal ini merupakan tantangan bagi pemerintah untuk
memperhatikan masalah penyediaan air bersih. Untuk mengatasi keterbatasan
sumber air bersih dan menurunkan kebutuhan air untuk seluruh kebutuhan hidup
manusia, penggunaan air hujan merupakan salah satu pilihan terbaik untuk
mengatasi hal tersebut (Ghisi et al., 2009).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar